LANJUTI TEMUAN BPK, DPRD PANGGIL PEMKAB TERKAIT BLT DESA 2022
- Admin Humas DPRD Paser
- 15 February 2023
- 664 Views
15 FEBRUARI 2023
TANA PASER - DPRD Paser memanggil sejumlah jajaran Pemkab Paser yang berkaitan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa tahun anggaran 2022 di Kabupaten Paser.
Pemanggilan tersebut hasil temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltim terkait BLT Desa tahun anggaran 2022, dan hadir Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkab Paser, OPD Teknis serta seluruh Camat.
Ketua DPRD Hendra Wahyudi selaku pimpinan rapat mengatakan ada tiga aspek pendataan yang menjadi temuan. Yakni, temuan calon penerima BLT Desa tidak sepenuhnya memperhatikan kriteria persyaratan.
“Kedua pendataan calon keluarga penerima manfaat (KPM) BLT desa dilaksanakan tidak berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), dan ketiga penggantian data KPM BLT desa belum sesuai ketentuan. Belum lagi dari aspek penganggaran, aspek penyaluran, serta aspek pembinaan dan pengawasan,” kata Hendra.
Lalu Hendra mempertanyakan seperti apa proses penginputan DTKS dan proses pembaharuannya, sehingga ke depan bisa dikoreksi kekurangan yang menjadi temuan.
"Perlu sinergisitas dari desa sampai ke dinas untuk update data. Harus kita sepakati hari ini," tegas koordinator komisi ini diruang rapat Penyembolum DPRD Paser, Selasa (14/02/2023).
Selain itu politisi PKB ini menegaskan perlu ada formulasi untuk DTKS ini agar tidak terjadi seperti sebelumnya. Langkah ini untuk minimalisasi temuan.
Sementara, anggota DPRD Supian mengakui memang sulit mendata masyarakat tidak mampu di desa, sering berpotensi banyak kepentingan di dalamnya. “Warga transmigrasi misalnya, tidak layak lagi dapat BLT karena punya kebun dan usaha lainnya,” tegasnya.
Sedangka anggota DPRD Basri Mansyur menyampaikan ke depan data validasi ini harus paten agar BLT bisa tepat sasaran. Banyak warga yang tidak dapat BLT, langsung ke rumah anggota DPRD meminta bantuan.
"Selain ini data lainnya di OPD juga masih banyak perlu diperbaharui," harap Basri.
Anggota DPRD Budi Santoso menyarankan agar warga miskin di bisa diberikan stempel penanda. Jika hanya mengikuti data selama ini, hal itu bisa saja dimainkan oleh oknum.
Selanjutnya Muhammad Saleh, anggota DPRD menegaskan jika tidak diperbaiki masalah data ini, ke depan rawan terjadi konflik. Pemilihan kepala desa saja sampai RT bisa ribut apalagi masalah BLT ini.
"Kalau bisa yang menginput pihak ketiga dari orang luar desa tersebut agar netral," kata Saleh.
Menanggapi apa yang disampaika. Ketua dan sejumlah anggota DPRD, Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Paser Romif Erwinadi menjelaskan aturan yang disampaikan pemerintah pusat terlambat, sehingga pemahaman dan persepsi di lapangan berbeda.
“Data yang ada DTKS merupakan produk data dari musyawarah kelurahan dan musyawarah desa. Data tersebut tidak diperbaharui, sehingga ada temuan penerima. Ke depan akan dievaluasi dan diperbaiki agar didapat data orang miskin yang kredibel.Ke depan camat kita gunakan bekerja sebagai fungsinya," kata Romif.
Jika mengikuti aturan pusat lanjut Romif, tidak harus dipaksakan warga di desa sampai 40 persen penerima tidak mampu. Dinas Sosial harus fokus evaluasi DTKS ini.
“DTKS diakui banyak bermasalah, ada penerima yang rumahnya sudah tidak layak sebagai penerima, misal bangunan rumah dari beton dan berukuran besar,” sebut mantan Plt Sekwan DPRD Paser ini.
Pemkab Paser dan Bappedalitbang saat ini lanjutnya sedang merancang bagaimana proses penginputan data ke depan bisa kredibel dan valid. Salah satunya menggunakan pihak ketiga. “Selama ini hanya pihak desa yang mendata dan rawan terjadi permainan politik,” tambahnya.
Sekretaris Dinas Sosial Paser Nila Kandi mengatakan penerima BLT aturannya sekarang tidak harus dari DTKS. Penyalurannya bukan ke fakir miskin dan tidak mampu, sekarang lebih luas sejak 2019. Untuk permasalahan DTKS, kerap jadi temuan di berbagai daerah.
“Banyak penerima tidak sesuai kriteria. Ujung tombak DTKS adalah dari pihak desa. Padahal seharusnya berjenjang dari desa ke camat dan kabupaten. Kami perlu pegangan surat berita acara penyerahan data sebagai pertanggungjawaban ke depan. Sehingga desa tidak asal memberikan data ke kami," kata Nila menambahkan. (humas dprd)